Sunday, April 06, 2008

Tugas IBA

TUGAS
INDUSTRIAL BUSINESS AND ANALYSIS


Disusun Oleh :

HELMI MAULIA RIDHANI : (1.413.005)
HARRY SETIAWAN : (1.413.006)
DEDE HERMAWAN : (1.413.009)
NURHANA DHEA PARLINA : (1.413.015)
INCE MUHAMMAD FITRAH : (1.413.019)
IRAWAN : (1.413.0


MAGISTER MANAGEMENT
UNIVERSITAS WIDYATAMA
BANDUNG
2007




1.1 Pendahuluan
Salah satu strategi untuk menjadi perusahaan yang besar dan mampu bersaing adalah melalui ekspansi baik dalam bentuk ekspansi internal maupun ekspansi eksternal. Ekspansi internal terjadi pada saat divisi-divisi yang ada dalam perusahaan yang tumbuh secara normal melalui kegiatan capital budgeting sedangkan ekspansi eksternal dapat dilakukan dalam bentuk penggabungan usaha (business combination). Penggabungan usaha dalam akuntansi ada tiga bentuk yaitu: konsolidasi, merger, akuisisi.
Namun merger dan akuisisi juga mempunyai sisi gelap. Dia dianggap dapat membahayakan kegairahan ekonomi pasar, karena dapat mematikan kompetisi. Lebih-lebih jika dilandasi oleh hostile take over. Dalam proses merger dan akuisisi bukan hanya masalah aset yang menjadi persoalan, tetapi yang bersifat intangible juga perlu mendapat perhatian tersendiri.
Perbedaan budaya mesti dikelola dengan baik, agar tidak menjadi kontributor kegagalan merger dan akuisisi. Sebaliknya, budaya perusahaan dapat direkayasa sebagai sarana trust building, bagian yang paling rentan masalah dalam sebuah proses pasca merger dan akuisisi. ’Trust’ secara vertical maupun horisontal masih menjadi barang langka yang didamba oleh bank -bank nasional hasil merger.

1.2 Pembatasan Masalah
Dari pendahuluan diatas maka pada paper ini masalah yang akan dibahas dibatasi sebagai berikut :
• Penggabungan usaha hanya dalam bentuk merger dan akuisisi
• Faktor - faktor perusahaan melakukan merger dan akuisisi
• Dampak yang terjadi setelah terjadi akuisisi





2.1. Penggabungan Usaha
Penggabungan usaha adalah alternatif bagi perusahaan dalam rangka
melakukan ekspansi eksternal guna mempertahankan kelangsungan hidup dan bertujuan untuk pertumbuhan perusahaan.
Ikatan Akuntan Indonesia dalam pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 22 (PSAK No. 22) mendefinisikan :
”Penggabungan badan usaha sebagai bentuk pernyataan dua atau lebih perusahaan yang terpisah menjadi satu entitas ekonomi, karena satu perusahaan menyatu dengan perusahaan lain ataupun memperoleh kendali ( kontrol ) atas aktiva dan operasi perusahaan lain”.

Definisi penggabungan usaha menurut Beams dan Yusuf (2000) adalah :
“Penyatuan entitas-entitas usaha”.
Penggabungan usaha yang terpisah adalah suatu alternatif perluasan secara internal melalui akuisisi atau penggembangan kekayaan perusahaan secara bertahap, dan sering kali memberikan manfaat bagi semua entitas yang bersatu dan pemiliknya.
Dari definisi-definisi tersebut oleh Gurendrawati (1999) disimpulkan secara
umum, bahwa Penggabungan usaha adalah satu set kondisi dua atau lebih perusahaan bekerja sama melalui kepemilikan bersama atas suatu badan usaha. Perusahaan yang memiliki mayoritas voting stock perusahaan lain akan mempunyai kemampuan untuk mengendalikan proses pembuatan keputusan, serta menguasai aktiva dan kewajiban perusahaan lain.
Suparwoto (1990) dalam Payamta (2000) menggolongkan penggabungan usaha ditinjau dari segi hubungan antara perusahaan-perusahaan yang melakukannya menjadi tiga macam, yaitu:
1. Penggabungan badan usaha vertikal, yaitu penggabungan usaha yang terjadi apabila perusahaan-perusahaan yang melakukan penggabungan usaha tersebut mempunyai kegiatan yang berbeda tetapi saling berhubungan, misalnya sebagai rekanan dan pelanggan.
2. Penggabungan badan usaha horizontal, yaitu penggabungan usaha yang terjadi apabila perusahaan-perusahaan yang melakukan penggabungan usaha tersebut mempunyai kegiatan yang sama atau menghasilkan barang dan jasa yang sifatnya subtitusi.
3. Penggabungan badan usaha konglomerasi.
Jenis penggabungan usaha ini dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
• Penggabungan usaha vertikal dan Penggabungan usaha horizontal secara bersama-sama.
• Penggabungan badan usaha oleh perusahaan-perusahaan yang tidak mempunyai hubungan usaha.
Secara teori, penggabungan usaha dapat berupa merger, akuisisi dan konsolidasi, tetapi pada kali ini, penulis hanya membahas mengenai merger dan
akuisisi.

2.1.1. Pengertian Merger dan Akuisisi
Merger dan akuisisi merupakan alat ekspansi dan pertumbuhan bagi perusahaan. Beams dan Yusuf (2000) menyatakan bahwa merger terjadi ketika sebuah perusahaan mengambil alih semua operasi dari entitas usaha lain dan entitas yang diambil alih tersebut dibubarkan. Jadi, setelah merger perusahaan yang diambil alih dibubarkan, sedangkan perusahaan yang mengambil alih tetap beroperasi secara hukum sebagai satu badan usaha dan melanjutkan kegiatan perusahaan yang diambil alih. Secara terperinci Baridwan (1992) dalam Hamid (1998) menyatakan bahwa merjer terjadi bila suatu perusahaan mengeluarkan saham untuk ditukarkan dengan seluruh saham biasa perusahaan lainnya. Pemegang saham perusahaan yang diambil alih ini menjadi pemegang saham perusahaan yang mengambil alih, dan perusahaan yang diambil alih tidak lagi merupakan perusahaan yang berdiri sendiri, tetapi menjadi bagian dari perusahaan yang mengambil alih. Dalam PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) No. 22 dinyatakan, bahwa penggabungan usaha dapat mengakibatkan terjadinya legal merger. Legal merger merupakan merger dua badan usaha melalui salah satu cara sebagai berikut :
1. Aktiva dan kewajiban perusahaan dialihkan ke perusahaan yang melakukan pengalihan (perusahaan yang diambil alih ) tersebut dibubarkan, atau
2. Aktiva dan kewajiban dua atau lebih perusahaan dialihkan ke perusahaan baru dan kedua perusahaan yang melakukan pengalihan tersebut dibubarkan.
Menurut Beams dan Yusuf (2000), dikatakan akuisisi jika suatu perusahaan memperoleh aktiva produktif dari entitas usaha lain dan mengintegrasikan aktiva-aktiva tersebut ke dalam miliknya. Menurut pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 22 tentang penggabungan badan usaha, definisi akuisisi adalah suatu penggabungan usaha dimana salah satu perusahaan, yaitu pengakuisisi memperoleh kendali atas aktiva netto dan operasi perusahan yang diakuisisi, dengan memberikan aktiva tertentu, mengakui suatu kewajiban atau dengan mengeluarkan saham.
Akuisisi adalah bentuk pengambil alihan kepemilikan perusahaan oleh pihak pengakuisisi sehingga mengakibatkan berpindahnya kendali atas perusahaan yang diambil alih tersebut. Biasanya pihak pengakuisisi memiliki ukuran yang lebih besar dibanding dengan pihak yang diakuisisi.

2.1.2 Pengklasifikasian Merger dan Akuisisi
Berdasarkan hubungan usaha, serta ada atau tidaknya kesamaan sifat dari dua entitas usaha yang melakukan merger dan akuisisi, bentuk merger dan akuisisi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Horizontal Merger, adalah penggabungan dari dua unit usaha atau lebih yang memiliki produk sejenis baik barang atau jasa. Hal ini dilakukan untuk mengurangi persaingan industri, memperkuat pangsa pasar, dan memperoleh efisiensi biaya operasional.

b. Vertikal Merger, adalah penggabungan antara dua unit usaha atau lebih yangmempunyai keterkaitan supplier atau pelanggan. Ini dilakukan untuk lebih menjaga kontinuitas produksi dan operasi perusahaan.
c. Congeneric Merger, adalah merger antara dua unit usaha atau lebih dalam industri sejenis yang tidak memiliki keterkaitan supplier atau pelanggan.
d. Conglomerate Merger, merupakan merger antara dua unit usaha atau lebih dalam industri yang berbeda dan tidak ada keterkaitan satu sama lain, sehingga model ini merupakan diversifikasi usaha untuk mengurangi resiko.
Berdasarkan hubungan usaha serta ada atau tidaknya kesamaan sifat dari dua entitas usaha yang melakukan akuisisi. Menurut Reksohadiprojo dalam Wiharti (1999) akuisisi dapat dibedakan dalam tiga kelompok besar yaitu :
1. Akuisisi horizontal, yaitu akuisisi yang dilakukan oleh suatu badan usaha yang lain, tetapi masih dalam bisnis yang sama.
2. Akuisisi vertikal, yaitu akuisisi pemasok atau pelanggan badan usaha yang dibeli.
3. Akuisisi konglomerat, yaitu akuisisi badan usaha yang tidak ada hunungannya sama sekali dengan badan usaha pembeli.
Dalam perkembangannya, merger secara garis besar dibagi menjadi dua
kelompok yaitu: financial merger dan operating merger (Bringham, 1995).
Financial Merger adalah merger dimana perusahaan yang bersangkutan masih tetap beroperasi sehingga tidak ada keuntungan sinergik secara operasional, Sedangkan Operating Merger diarahkan pada penggabungan operasional kedua unit usaha dengan harapan memperoleh keuntungan sinergik.

2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Merger dan Akuisisi
Faktor-faktor yang mempengaruhi perusahaan melakukan akuisisi sangat banyak. Umumnya ia dipengaruhi oleh motif ekonomis, strategis, politis, atau prestis. Motif ekonomi adalah perusahaan melakukan akuisisi untuk mendapatkan keuntungan ekonomis (jangka pendek maupun jangka panjang) dalam bentuk rendahnya biaya bahan baku (untuk menekan biaya per unit produk), mutu bahan baku terjamin (untuk mempertahankan kualitas produk), memperoleh berbagai sinergi (bagi perusahaan sejenis), dan lain-lain.
Motif strategi adalah perusahaan melakukan merger dan akuisisi untuk mendapatkan posisi strategis (dalam pengertian luas). Misalnya untuk mendapatkan pasar strategis dilakukan dengan mengambil alih perusahaan yang mapan dalam pemasaran produk, mengambil alih perusahaan yang mempunyai lokasi strategis ( baik Strategis bahan baku maupun konsumen), dan sebagainya.
Motif politis adalah penggabungan usaha perusahaan dilakukan karena adanya muatan politis didalamnya, baik politis perusahaan maupun politis negara misalnya, akuisitor melakukan merger dan akuisisi dengan perusahaan target untuk mendapatkan legalitas, Sehingga perusahaan tersebut dapat dikendalikan sebagai satu kesatuan dengan badan usaha akuisitor.
Motif prestis adalah perusahaan melakukan merger dan akuisisi untuk perusahaan target semata-mata hanya berdasarkan prestis yang dapat menunjukkan kepada siapa saja bahwa perusahaan akuisitor memang ”bonafit” dan dapat ”dipercaya”. Tujuan akhirnya adalah dapat mengakses kebutuhan dana dari pihak luar, bila sewaktu-waktu dibutuhkan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perusahaan melakukan merger dan akuisisi adalah:
1. Sinergi. Sinergi adalah kemampuan lebih yang diperoleh dari penggabungan dua atau lebih kekuatan. Secara matematis dapat digambarkan penggabungan angka, yaitu satu ditambah satu sama dengan dua (1+1=2). Sinergi bukan mengasilkan jumlah dua, tetapi diatas dua yaitu menghasilkan tiga, empat dan seterusnya ( 1+1=4). Istilah sinergi berasal dari kata synergy dalam disiplin ilmu fisika. Sinergi menggambarkan penggabungan dua faktor akan menghasilkan tenaga yang lebig besar dinbandingkan dengan jumlah tenaga yang dihasilkan sebelum bergabung. Bila itu diterapkan, Kartini Muliadi (1992) mengatakan dengan: ”it refer to the ability of a corporate combination to be more profitable than the individual profit of the firm that were combined”. Sinergi diperoleh dalam beberapa bentuk. Misalnya sinergi finansial, sinergi pemasaran, sinergi penjualan dan lain-lain.
2. Tambahan Modal Kerja. Modal kerja bagi suatu perusahaan digunakan untuk pembiayaan yang sifatnya jangka pendek. Tambahan modal kerja akan lebih mudah diperoleh dari transaksi akuisisi.
3. Perubahan Biaya Finansial. Finansial secara umum dalam suatu perusahaan merupakan ”darahnya” perusahaan. Finansial mempunyai kesempatan ertambah lebih banyak jika dilakukan akuisisi dengan perusahaan target.
4. Meningkatkan Penjualan. Transaksi merjer dan akuisisi dapat meningkatkan penjualan. Sedikitnya ada dua kemungkinan penjualan ini meningkat. Pertama, pengambil alihan perusahaan target yang memproduksi produk sejenis atau berlainan, dan kedua dengan cara mengambil alih perusahaan target yang bergerak dalam bidang pendistribusian produk.
5. Memungkinkan Perluasan Pinjaman. Suatu perusahaan biasanya mempunyai keterbatasan untuk memperoleh dana berupa pinjaman dari pihak ketiga. Melalui merjer dan akuisisi memperbesar kemungkinan untuk melakukan pinjaman melalui perusahaan target.
6. Memperoleh keunggulan manajemen Profesional. Manajemen Profesional adalah sumber daya manusia yang semua orang mengakui merupakan aset perusahaan (meskipun sampai sekarang masih kontroversi bagaimana cara mengukur ”aset” ini). Melakukan merjer dan akuisisi dengan perusahaan target yang mempunyai manajer yang profesional akan memperbesar kemungkinan peningkatan prestasi perusahaan secara keseluruhan setelah bergabung.
7. Mendapatkan Kompetisi yang lebih efektif. Memperoleh laba yang tinggi dari hasil pelemparan produk (meskipun produk baru). Menurut teoristis dan praktis tidak akan lama diperoleh. Secara alamiah perusahaan lain akan masuk menjual produk yang sama dan itu artinya persaingan menjadi kuat. Melakukan merjer dan akuisisi terhadap perusahaan target yang ikut bermain dalam pemasaran produk dapat memperoleh kedudukan yang kompetisi yang lebih efektif.
8. Meningkatkan Efisiensi (Skala Ekonomi). Berbagai keuntungan yang diperoleh dari segi ekonomis melalui transaksi merjer dan akuisisi. Murahnya bahan baku, proses produksi, pendistribusian dan lain-lain yang lebih efisien bila dibandingkan sebelum dilakukan penggabungan.
9. Mengurangi Kompetisi. Pesaing bagi suatu perusahaan adalah ”musuh”. Melakukan transaksi merjer dan akuisisi dengan perusahaan target (pesaing) adalah salah satu jalan yang lebih mudah. Tujuannya pangsa pasar dapat dikuasai dan dikendalikan.
10. Memperbaiki Posisi Pemegang Saham Berkenaan dengan Undang-undang Pemilikan Tanah. Khususnya di Amerika Serikat, melakukan akuisisi akan menguntungkan pemegang saham dan pemilikan tanah.
Diluar ketentuan yang telah digariskan dalam Undang-undang bergabung dalam arti anti trust law, pemegang saham dan pemilikan tanah terlindungi melalui akuisisi. Di Indonesia, UU yang mengatur tentang akuisisi belum ada. Transaksi merger dan akuisisi yang dilakukan oleh perusahaan go public dapat memperoleh ”keuntungan dari kekosongan perpajakan”. Setidaknya ada dua keuntungan yang diperoleh. Pertama, akuisitor melakukan merger dan akuisisi dengan perusahaan yang terus menerus merugi. Pada saat dibuat laporan keuntungan konsolidasi akhir tahun akan menampakkan rugi, walaupun sebelumnya akuisitor berlaba. Akhirnya dengan cara ini dapat menghilangkan kesempatan negara memperoleh penerimaan pajak melalui PPh dari pembayaran deviden kepada pemegang saham. Kedua, transaksi akuisisi dapat mengakibatkan perubahan kesempatan penerimaan pajak dari PPh pada pajak capital gain.
11. Mengurangi Risiko Memasuki Industri Baru
Memasuki industri baru tentu saja mengambil resiko yang besar. Oleh karena industri ini kurang perpengalaman dalam menghadapi gejolak perekonomian maupun persaingan, maka tindakan terbaik akuisitor mengambil alih merger dan akuisisi perusahaan yang sudah lama berdiri dan berpengalaman serta tingkat resiko yang jauh lebih rendah.
12. Pemanfaatn Kapasitas Hutang.
Kapasitas hutang suatu perusahaan tentu terbatas. Perusahaan target dapat memenuhi keterbatasan itu. Dana pinjaman dari kreditor (pihak ketiga) yang akan lebih mudah dimanfaatkan untuk tujuan produktif.
13. Memecah-mecah Resiko.
Melakukan penggabungan usaha juga menggabungkan aset. Dengan pengabungan itu, resiko bisnis tersebar ke beberapa pemegang saham yang melakukan penggabungan.

2.3. Dampak yang terjadi setelah terjadi Merger dan Akuisisi
Strategi merger dan akuisisi yang terjadi di industri perbankan dapat memberikan dampak langsung pada perusahaan yang melakukan proses merger.
Secara mikroekonomi, penerapan strategi ini ternyata disamping dapat memberikan pengaruh yang positif; dapat juga memberikan rekaman hitam dalam bentuk kekecewaan, konflik dan bahkan kegagalan dari proses itu sendiri.
Pada tingkat makro ekonomi, sementara ini strategi merger dan akuisisi belum memberikan dampak positif yang besar.

2.3.1. Kasus Merger dan Akuisisi pada Industri Perbankan
Pada kasus industri perbankan, krisis perekonomian yang terjadi di wilayah ekonomi Asia Timur dan Asia Tenggara pada tahun 1997 telah membawa dampak terjadinya kemelut di industri perbankan di dalam negeri. Cukup banyak lembaga perbankan yang menghadapi permasalahan dan bahkan kemudian kolaps akibat krisis tersebut.


Upaya penyelamatan dari bank-bank yang masih bertahan kemudian tertolong dengan dijalankannya kebijakan “restrukturisasi finansial” dan strategi ”merger dan akuisisi”. Proses merger dan akuisisi di industri perbankan memang memiliki baik dampak yang positip maupun dampak yang negatif, tergantung dari perspektif kita memandangnya. Keberhasilan upaya merger dan akuisisi memerlukan keuletan dan jalan yang cukup berliku bagi berbagai pihak yang ingin sukses menerapkan kebijakan ini.

2.3.2. Pengaruh Mikro Ekonomi
Begitu dua atau lebih organisasi perbankan melakukan strategi merger maka akan terjadi perubahan tingkah laku dari perusahaan gabungan tersebut.
Dampak positif yang sering dilaporkan adalah :
(1) Memungkinkan pertukaran cadangan cash flow secara internal antar perusahaan yang melakukan merger, sehingga bank hasil merger dapat memanage risiko likuiditas dengan lebih fleksibel.
(2) Diperolehnya peningkatan modal perusahaan (biasanya CAR akan meningkat tetapi tidak terlalu cukup tinggi) dan adanya keunggulan dalam memanage biaya akibat bertambahnya skala usaha.Efisiensi perusahaan dapat dilakukan lebih lanjut, khususnya dalam efisiensi biaya provisi kredit.
(3) Dicapainya keunggulan market power dalam persaingan, yang kemudian dapat memperbesar margin bunga pinjaman.
Akan tetapi proses merger itu sendiri dapat juga memberikan pengaruh negatif yaitu sebagai berikut :
(1) Karena proses merger biasanya dilakukan atas dorongan untuk cepat terselesaikannya kemelut keuangan di salah satu bank peserta, maka harga penjualan sahamnya cenderung akan dinilai dibawah harga pasar yang wajar.
(2) Proses merger biasanya diikuti dengan peningkatan ketidakpastian pada pihak Direksi, manajer dan karyawan.
(3) Proses merger perbankan nasional di Indonesia biasanya diikuti dengan pengurangan jumlah pegawai dan staf kurang profesional di perusahaan perbankan hasil merger.
(4) Terjadinya benturan kepentingan, kondisi saling curiga dan bahkan konflik diantara para anggota komisaris dan direksi. Hal ini terjadi jika bank hasil merger tersebut dikuasai oleh lebih satu pemegang saham pengendali. Sebagian anggota komisaris dan direksi yang ada cenderung untuk berlomba mewakili kepentingan masing-masing pemilik dari bank hasil merger dengan menunjukkan prestasi kelompoknya masing-masing.
(5) Kegiatan merger dalam dua tahun pertama cenderung diikuti dengan strategi efisiensi; sehingga hal ini akan mengurangi semangat dan kreativitas dari sebagian pihak Direksi dan staf profesional. Jika hal ini berlanjut cukup lama maka biasanya akan diikuti dengan proses exodus para manager menengah yang profesional dan inovatif.
(6) Benturan budaya perusahaan tidak dapat dielakkan; sehingga tentunya perusahaan hasil merger akan mengalami penurunan dalam jangka pendek.

2.3.3. Pengaruh Makro Ekonomi
Di beberapa negara berkembang lainnya di dunia, strategi merger biasa digunakan untuk memperkuat dan memperluas kepemilikan Pemerintah pada industri perbankan. Alasannya pelaksanaan strategi ini agar pemerintah dapat menjalankan program pembangunan dengan dukungan lembaga perbankan yang dikendalikan
Strategi ini ternyata tidak sepenuhnya berhasil, karena yang terjadi adalah mismanajemen dalam pengelolaan organisasi bank merger yang semakin besar, dengan laporan banyaknya kejadian kasus, penunjukan rekanan teman sendiri, inefisiensi penggunaan anggaran promosi dan anggaran pengembangan, serta diketemukannya berbagai kasus korupsi.
Kasus di salah satu bank hasil merger di tanah air, membuktikan sebagian dari dugaan ini. Kurangnya pengawasan dari pihak Dewan Komisaris, yang melimpahkan kewenangan yang lebih besar pada pihak Direksi untuk memutuskan kelayakan kredit usaha pada jumlah yang besar, telah membawa akibat meningkatnya angka NPL bank tersebut.
Dampak negatif terjadi karena tidak transparannya perusahaan merger milik pemerintah yang tidak diawasi sepenuhnya oleh publik.
Pada perspektif yang lain,strategi merger dan akuisisi dipandang sebagai alat untuk memperkuat struktur kapital perbankan secara makro di lokasi operasi peserta bank merger.
Tujuan ini dilaksanakan agar tercapai proses penguatan landasan keuangan perbankan nasional menuju konvergensi.
Dalam kaitan ini Bank Indonesia beberapa tahun terakhir telah merubah kebijakan publiknya untuk mengundang partisipasi asing dalam proses merger bank-bank nasional di Indonesia sehingga diharapkan akan tercapai arsitektur pengaturan kapitalisasi perbankan secara bentuk “kerucut piramida”. Kebijakan ini tentunya perlu dilakukan secara hati-hati, dan bahkan jika perlu dikaji ulang, mengingat bukti-bukti empiris yang belum mendukung sepenuhnya dugaan tersebut.
Internasionalisasi kepemilikan asing dalam arsitektur perbankan nasional memiliki potensi yang akan memberikan dampak negatip pada perekonomian nasional, mengingat beberapa potensi ancaman berikut ini :
(1) Kemungkinan timbulnya kesenjangan antara proses akumulasi dana pihak ketiga dan proses penyalurannya untuk kepentingan perekonomian lokal dan nasional.
(2) Kurangnya partisipasi bank asing dalam pendanaan kegiatan usaha berskala besar di tanah air, seperti pendanaan program pembangunan infrastuktur, mengingat perhitungan managemen resiko yang sangat ketat yang mereka jalankan.
(3) Pada saat kondisi politik di dalam negeri menghadapi skenario kemelut dan krisis, maka cadangan bank-bank asing di Indonesia akan terjadi.
(4) Bank asing akan memindahkan sementara waktu dana yang terhimpun di dalam negeri ke anak-anak perusahaan holding yang lokasinya terdekat, seperti di Singapura dan Hongkong.
(5) Tingkat multiplier penyerapan tenaga kerja di bank milik asing akan cenderung lebih rendah dibandingkan dengan angka-angka multiplier pada perusahaan perbankan milik swasta domestik dan perusahaan BUMN.

2.3.4. Kasus Kecap Bango (PT. Unilever, Tbk)
Untuk kecap Bango, Unilever mengakuisisinya dari PT Sakura Aneka Food, sebuah perusahaan keluarga yang didirikan pada 1928. Ketika diakuisisi, perusahaan itu tengah dipimpin oleh generasi ketiganya, Eppy Kartadinata, 57 tahun, dengan omzet sekitar Rp 1 milyar per bulan. Cukup prospektif. Apalagi kecap Bango juga berhasil lolos uji FDA (Food & Drug Agency), badan yang mengawasi obat dan makanan di AS, sehingga bisa mengekspor produknya hingga ke Singapura, Kanada, Australia, dan Eropa, selain tentunya ke AS. Selama ini volume ekspornya memang belum seberapa, baru 10% dari total produksi. Selain itu, perusahaan ini juga baru membangun pabrik baru seluas 8,5 hektare di Subang, Jawa Barat.
Guna mengambil alih kecap Bango, pihak Unilever melakukan pendekatan selama hampir satu tahun penuh kepada pemiliknya bukan pendekatan yang mudah. Cuma, kondisi kecap Bango memang tak terlalu menguntungkan akibat pasarnya mulai digerogoti oleh kecap - kecap yang diproduksi oleh perusahaan - perusahaan besar, yang memiliki teknologi lebih maju dan modal kuat. Sementara itu, bagi kecap Bango, promosi saja menjadi sesuatu yang mahal. Melorotnya pamor kecap Bango juga tak lepas dari konflik keluarga yang banyak mewarnai perjalanan bisnisnya. Maka, akhirnya tak tertahankan lagi, kecap Bango pun pindah ke Unilever.

No comments: